kaligrafi

kaligrafi

Jumat, 01 April 2011

Kerusakan Moral dan Solusi Islam



Sekarang ini, karena pengaruh internet yang demikian luas penggunaannya, gaya berpacaran remaja di wilayah perdesaan kian mengkhawatirkan. Remaja kini tidak lagi sungkan mengajak teman sebayanya untuk berhubungan seks di luar nikah karena termakan propaganda pergaulan bebas di televisi maupun situs internet.

"Umumnya, remaja usia 15 tahun atau yang dikenal dengan sebutan ABG sampai mahasiswa semester awal yang berkonsultasi mengaku pernah berhubungan intim dengan pacarnya," kata Psikolog Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPP dan KB) Bahkan, ia melanjutkan, ada yang setiap kali ganti pacar selalu berhubungan suami istri.

Tidak diragukan bahwa prilaku menyimpang di atas adalah produk jahiliyah modern) yang acuh terhadap nilai-nilai agama dan moral.Pada edisi kali ini mari kita mencoba menelusuri sejarah moral dalam kejahiliyahan modern. Salah satu tujuannya agar kita mengetahui apakah kejahiliyahan modern itu sedang menanjak atau  mengalami kemerosotan. Sebab tidak sedikit yang silau memandang segala yang datang dari barat sangat manusiawi atau identik dengan kemajuan.


Latar Belakang Kehancuran Moral Bangsa Barat
Pada abad pertengahan ajaran moral yang mendominasi Benua Eropa adalah Nasrani, seperti yang digambarkan oleh kekuasaan gereja di eropa. Nabi Isa as. mengajarkan kehidupan zuhud dan menghindari kesenangan jasmani secara berlebih-lebihan. Dan ini adalah juga ajakan setiap Nabi kepada umat mereka masing-masing. 

Di zaman Nabi Isa persoalan ini ditekankan kembali oleh beliau karena ia melihat ketika itu manusia hidup dalam keserakahan yang menjadi-jadi  dalam mengejar materi. Akibat keserakahan itu, sedikit demi sedikit mempengaruhi stabilitas moral Bani Israil dan penguasa Romawi. Di dalam injil Matius dikatakan, “tetapi aku berkata padamu setiap yang memandang perempuan dan menginginkannya maka ia sudah berzina dengan dia dalam hatinya. 

Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau cungkillah dan buanglah itu,karena lebih baik bagi engkau jika salah satu anggota tubuhmu binasa daripada tubuhmu dengan utuh dicampakkan dalam neraka Dari ucapan tersebut di atas dan yang serupa dengannya, maka gereja menetapkan aturan-moral ketat kepada para pengikutnya. Di kemudian hari lahirlah sistem kerahiban yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Isa 'Alaihissalam

lebih jauh dan ekstrim, gereja membuat doktrin bid'ah yaitu bahwa seks adalah kotor,wanita adalah makhluk mirip setan yang wajib dijauhi, pernikahan adalah kebutuhan naluriah hewaniyah ! Sebaliknya manusia yang paling bahagia dan besar takwanya adalah sanggup “meningkatkan” kwalitas diri dan tidak menikah.
Dalam kurun waktu yang panjang kemesuman dan kebejatan moral meluas di tengah masyarakat Romawi. Sebagai reaksinya meluas pula penolakan dengan menjamurnya sistem kerahiban (hidup membujang dan menjauh dari gemerlap materi).

Abul Hasan Ali an-Nadawi mengutip ucapan Lucky (sejarah moral Eropa), ia mengatakan, “pada masa itu dunia terombang ambing oleh sistem kerahiban produk gereja yang sangat ekstrem dan maksiyat yang melampaui batas, justru di kota-kota yang paling banyak terjadi pencabulan dan kemesuman. Pada saat itu kejahatan dan kerahiban bisa menjadi dua hal yang berbeda dalam satu paket”

Selanjutnya Lucky mengatakan, “para rahib itu lari jika melihat bayangan wanita, mereka merasa berdosa jika berada atau berkumpul dekat wanita. Mereka berkeyakinan bahwa bertemu dengan wanita di pinggir jalan atau bercakap-cakap dengannya-meski wanita itu adalah ibu, saudari kandung atau bahkan  istri sendiri- maka itu akan menghapuskan amal kebajikan ”.

Inilah pandangan dasar mereka tentang wanita. Bagi kaum rahib itu, wanita adalah pintu neraka. Wanitalah yang mengeluarkan laki-laki dari sorga. Andai bukan godaan wanita mungkin manusia beranak pinak di surga dan bukan di bumi. 

sampai tiba pada satu masa, Eropa dengan pandangan jahiliyahnya yang penuh dengan penyelewengan, timbul reaksi jahiliyah yang lebih hebat lagi. Kerusakan mengerikan yang terjadi di biara-biara dengan berbagai tindak kemesuman antara rahib pria dan wanita merupakan pukulan hebat yang menggoyangkan sendi-seni kerahiban. Belum lagi dengan hukum sadis (INKUISISI) yg diterapkan oleh pihak gereja terhadap para pelanggar aturan moral, seperti pencungkilan mata, memotong atau menusuk alat kemaluan dst., memicu kebencian rakyat pada pihak gereja berikut produk undang-undangnya. Akhirnya manusia pada zaman itu muak dan memalingkan diri dari hidup “suci” dan tidak peduli dengan semua akibatnya. Mereka akhirnya dengan liar mengejar-ngejar kelezatan syahwat.

Semua itu tidak terjadi begitu saja, tapi terjadi perlahan-lahan.
Kelompok yang berusaha mempertahankan moral masyarakat terus menerus meneriakkan kebebasan seks. Sebaliknya kelompok yang membela  “perkembangan” dan “kemajuan” membagus-baguskan dekadensi moral. Hanya saja kelompok yag kedua menyebarkan idenya dengan berbagai sarana.

Semua ini merupakan praktek dari budaya jahiliyah modern yang menyeleweng jauh dari tuntutan ilahi sehingga kebobrokan sedemikian jauh mencapai puncaknya. Kaum wanita telah bebas, semua manusia yang berada dalam belenggu jahiliyah telah “bebas” sebebas-bebasnya dari belenggu agama, moral dan tradisi. Pergaulan bebas antara pria dan wanita akhirnya menjadi norma yang diakui.

William Durant, berkata tentang kebobrokan moral jahiliyah modern, “Perkawinan dua orang. suami istri dalam masyarakat moderen bukanlah perkawinan dalam arti sebenarnya, ia tidak lebih dari hubungan biologis semata-mata. Perkawinan tidak dilandasi atas dasar yang kokoh pasti cepat pudar karena terpisah dari tujuan hidup dan tujuan melestarikan keturunan. Pada akhirnya hubungan seperti itu membuat jiwa pasangan suami istri menciut sehingga menjadi dua individu yang serupa dengan dua keping benda yang terpisah sama sekali ” 

Demikianlah seterusnya, hari ini kita saksikan hampir semua negara menikmati “berkah kebebasan” dari belenggu agama dan moral. Hampir semua telah menikmati “manisnya” hubungan bebas antara pria dan wanita lepas dari berbagai jenis ikatan moral. Di Amerika Serikat-negeri yang menghalalkan segala rupa kemesuman- melindunginya dengan kekuasaan legislatif. Bahkan ada yang melangkah lebih jauh, beberapa negara di Eropa seperti Belanda telah mengakui hubungan “suami istri” dari sesama jenis. 

Sayang seribu sayang di negeri Muslim seperti Indonesia, juga sekumpulan orang yang merasa jadi pahlawan dengan menganjurkan kebebasan seperti Prof. Musda Mulia. Guru besar salah satu perguruan tinggi ini intens memberikan pembelaan terhadap kaum gay dan lesbian. Jika dukungan dan propaganda meluas entah akan menjadi apa negeri mayoritas Muslim ini. Wallahul musta'an

Islam adalah Solusi
Islam adalah Manhajul Hayat (sistem kehidupan) yang membimbing manusia menuju jalan keselamatan. Tidak ada perintah yang tertuang dalam ajaran Islam kecuali di sana ada maslahat. Sebaliknya tidak larangan yang tertuang dalam kecuali di sana ada mudharat yang menghadang. Itulah sebabnya Islam menolak sama sekali 

kedunguan jahiliyah modern. Pria dan wanita dipertemukan bukan untuk hiburan dan bersenang-senang semata tanpa tujuan. Tujuan universal dari pertemuan kedua makhluk beda jenis ini untuk melahirkan masyarakat mulia dan bertakwa. Allah berfirman, “wahai manusia hendaklah kalian bertakwa pada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa. Dan dari jiwa itulah Allah menciptakan pasangannya. Lalu dari keduanyalah Allah menyebarkan banyak pria dan wanita…” (an-Nisa':1)

Jadi, pertemuan antara pria dan wanita bukan pertemuan gila-gilaan tanpa aturan dan tidak bertujuan kecuali  membangkitkan dan mengompori naluri negatif. Tidak sama sekali ! Jika ini mewabah di tengah masyarakat maka ini sangat berbahaya, sebab salah satu pintu kebinasaan umat dahulu adalah dikala mereka memperturutkan syahwat tanpa kendali. 

Di dalam Islam, pernikahan adalah jalan terbaik dalam membina hubungan laki-laki dan perempuan. Pernikahan dalam pandangan Islam tidak semata-mata penyaluran kebutuhan biologis dan setelah semua itu tersalurkan maka selesai sudah. Tidak ! Tapi, di sana ada tanggung jawab dari kedua belah pihak. Di sana ada kewajiban menafkahi, membesarkan dan mendidik anak-anak yang lahir dari hubungan harmonis tersebut. Di sana ada kewajiban untuk terus membina harmonisasi antara suami dan istri, antara orangtua dan anak dan kewajiban menyambung hubungan kekerabatan dari keluarga laki-laki dan dari keluarga perempuan. Jika ini berlangsung dengan baik, maka sungguh ini sebuah harmoni kehidupan yang indah, hidup harmoni yang sangat diimpi-impikan oleh jahiliyah modern yang berada di ujung keruntuhan []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut