kaligrafi

kaligrafi

Senin, 04 April 2011

GELIAT JARINGAN ISLAM LIBERAL, HASIL PERSELINGKUHAN AGUS HASAN BASHORI, Lc, M. Ag


MUKADDIMAH

Rasul saw bersabda: “Kamu pasti akan mengikuti jejak-jejak orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, dan selengan demi selengan, hingga mereka masuk ke dalam lubang Dhabb pasti kalian tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: “Wahai Rasul Allah, Yahudi dan Nasrani? Beliau menjawab: “Lalu siapa lagi (kalau bukan mereka)?! (HR. Bukhari Muslim, Fath al-Bari' 13/ 300, Muslim no. 2669).
Potensi jahat tetap ada pada makhluk manusia termasuk dalam masyarakat muslim. Potensi jahat ini akan menimbulkan fitnah dalam tubuh umat Islam, jika potensi jahat ini mendapat dukungan dari pikiran-pikiran orang kafir maka gaungnya dan fitnahnya akan amat dahsyat. Lebih-lebih bila mendapat dukungan riil dari orang-orang kafir tersebut baik dari sisi fasilitas, pendidikan dan pelatihan, sarana informatika dan perpustakaan, jaminan keamanan, dan proyek-proyek yang menjanjikan, maka fitnah ini akan menggelegar hebat, membakar dan menghancurkan.
Di antara potensi jahat yang dibesarkan oleh kaum kuffar adalah anak haram JIL (Jaringan Islam Liberal).
LIBERALISASI PEMIKIRAN DI DUNIA
Di Amerika telah lama berkembang pemikiran keagamaan yang mengarah kepada rekontekstualisasi doktrin agama, pikiran tentang perlunya dialog antar agama, dialog intrareligius dan dialog praktis. Sementara di EROPA telah pula berkembang pemikiran keagamaan yang menuntut perlunya reaktualisasi pemikiran keagamaan khususnya di kalangan Katolik dan Protestan. Bagi mereka abad pertengahan adalah jaman kegelapan ( dark ages ), maka abad XV dan XVI mereka sebut sebagai jaman kelahiran kembali ( renaissance ) karena akal terbebas dari Bible, lalu abad XVII hingga XIX sebagai jaman pencerahan EROPA yang ditandai oleh semangat rasionalisasi, para filosof, teolog, psikolog, sejarawan, politikus, dll menitik beratkan karya-karyanya pada aspek kemanusiaan, kebebasan dan keadilan.
Karena arus modernisasi begitu kuat hingga para teolog Barat menafsirkan Bible dengan tafsiran baru. Oleh karena itu mulailah bergulir gagasan sekularisasi. Sekali lagi para teolog menegaskan bahwa untuk menghadapi sekularisasi ini, ajaran Kristiani harus disesuaikan dengan pandangan hidup sains modern. Jadi, doktrin tentang Tuhan harus diubah menjadi doktrin tentang manusia. Kebahagiaan abadi yang bermula dari tranformasi kerajaan langit kini harus berubah menjadi republik bumi.
Awal mulanya mereka mendekonstruksi agama Nasrani yang memang telah berubah, tidak asli dan tidak dapat memenuhi hajat mereka. Namun seiring dengan kolonialisme yang mereka lakukan atas dunia Islam maka kaum imperialis itu menyiapkan sekelompok orang yang bertugas mempelajari Islam dan segala hal yang berkaitan dengannya demi kepentingan eksploitasi dan kolonialisasi. Mereka ini dikenal dengan nama kaum Orientalis. Mereka memperlakukan Islam sama dengan Kristen dan al-Qur'an sama dengan Bible. Sementara itu di pihak lain kaum salibis menyebarkan misi Kristen di tengah umat Islam yang tengah mereka kuasai secara politik dan ekonomi.
Maka apa yang kini disebut sebagai era Globalisasi (abad XX dan XXI) tidak lain adalah proyek bagi tiga musuh umat Islam yaitu Imperialis, Orientalis dan Missionaris, terutama Amerika.
Hegemoni pengetahuan Barat terlihat nyata ketika kaum terdidik di negara berkembang (tertinggal, tertindas) dengan setia dan sadar (ataupun tidak sadar) menyebarkan dan membela nilai-nilai dan institusi Barat seperti Demokrasi, Civil Society, Hak Asasi Manusia. Semua yang datang dari Barat diterima sebagai nilai Universal dan merupakan produk terbaik yang harus diikuti [ii] .
Tentu saja orang-orang muslim yang berpotensi jahat dan terperanjat dengan kemajuan (dunia materi) Bangsa Barat bersemangat untuk berguru kepada Barat. Namun sayang, yang mereka pelajari dari Barat bukanlah kekuatan sains yang membuat mereka maju, melainkan pemikiran keagamaan liberal yang membuat mereka terjungkal dalam budaya amoral.
Orang-orang Timur yang telah dididik oleh kaum Orientalis dan telah terbaratkan ini biasa disebut dengan kaum Oksidentalis ( Mustaqhribin ), melalui mereka inilah pikiran-pikiran liberal tersebut tersebar dan berkembang di dunia Islam melalui tulisan-tulisan mereka atau pengajaran mereka di lembaga-lembaga pendidikan.
Di antara mereka adalah Fazlur Rahman (asal Pakistan) guru besar di Chicago, yang terkenal dengan pemikiran Neo Modernisme Islam , yang tertuang dalam bukunya Islam and Modernity , 1980; Islam , 1884; dan Pintu Ijtihad 1988.
Mohammed Arkoun asal al-Jazair yang pindah ke Sorbonne University Prancis dikenal dengan pemikirannya tentang Re-Thinking Islam dalam ucapannya bahwa al-Qur'an adalah wahyu edisi dunia.
Hasan Hanafi asal Mesir yang dikenal dengan bukunya al-Yasar al-Islami (Islam Kiri) dan sebagai seorang pemikir post modernis.
Nasr Hamid Abu Zaid, asal Sudan yang menggugat kesucian al-Qur'an dan mengatakan bahwa al-Qur'an adalah produk budaya, bukunya Mafhum al-Nash Dirasah Fi Ilm al-Qur'an , telah diterjemah dalam bahasa Indonesia oleh Khoiron Nahdiyin, Tekstualitas al-Qur'an: Kritik terhadap Ulumul - Qur'an , LKIS, Yogyakarta, 2001.
Abdullah Ahmed An-Naim, asal Sudan, bukunya yang berjudul Toward and Islamic Reformation Civil Leberties, Human Rights ang International Law (1990) juga telah diterjemah ke bahasa Indonesia dengan judul Dekonstruksi Syariah , LKIS, Yogyakarta, 1994.
Muhammad Abid al-Jabiri, asal Maroko, bukunya Post – Tradisionalisme Islam , juga telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh LKIS, Yogyakarta, 2001.
Farid Esack di Afrika Selatan, salah satu bukunya diterbitkan oleh Mizan, Bandung, 2000 dengan judul Membebaskan Yang Tertindas: al-Qur'an, Liberalisme, Pluralisme. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut